Gejolak Politik Di Indonesia Jelang Pilpres 2024
Dunia perpolitikan di Indonesia saat ini terlihat semakin bergejolak ,terlebih jelang dilaksanakannya pemilihan presiden ( Pilpres ) yang digadang-gadang akan terwujud pada tahun 2024. Sejumlah survei dari beberapa pengamat politik dan lembaga survei menunjukkan adanya pergerakan dari sejumlah figur diluar elite partai politik yang berpeluang besar memenangkan Pilpres, yaitu seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil.
Elektabilitas Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024 memiliki peluang sebesar 13,9 % hampir menyamai Ketum Gerindra Prabowo Subianto, sementara Anies Baswedan dengan peluang terpilih sebesar 9,6 % dan Ridwan Kamil 5,1 %, ketiga figur politik ini sangat besar kesempatannya terpilih jika ditinjau dari tingginya persentase keterpilihan mereka dengan angka saing yang cukup tinggi dan signifikan.
Sementara itu, melihat figur politik dari elite-elite partai seperti Puan Maharani ,ketua DPP PDIP, kemudian Airlangga Hartarto, ketum Partai Golkar memiliki peluang keterpilihan dalam Pilpres hanya sekitar 1% saja.
Survei-survei yang muncul tersebut menurut Hurriyah, pengamat politik dari Universitas Indonesia memiliki 2 arti, yang pertama terkait dengan regenerasi dalam kepemimpinan parpol berpeluang gagal dalam proses kaderisasinya, dimana figur-figur yang bukan merupakan elite partai politik bermunculan dan unggul dibandingkan elite partai politik itu sendiri. Hal itu digambarkannya sebagai sebuah kegagalan dalam sistem kaderisasi yang dibangun parpol-parpol pengusung Capres 2024. " Elite parpol telah gagal dalam kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan, ini adalah masalah dalam tubuh partai politik, " tegasnya pada Kompas TV ,Rabu ( 20/10/2021 ).
Menurutnya, fenomena yang ada didalam partai politik adalah salah satu penyebab kegagalannya, dimana kekuasaan dalam partai telah makin mengarah ke politik dinasti, yaitu dipegang segelintir orang yang memiliki hubungan dekat ataupun kekerabatan, yang mengakibatkan sulitnya bagi kader untuk masuk kedalam partai yang telah membentuk sistem dinasti dari kelompok tertentu.
Sedangkan arti kedua menurut beliau adalah dikaitkan dengan kecenderungan masyarakat dalam memilih figur yang dianggap merupakan sosok populer bagi banyak orang.
Pandangan politik seperti ini adalah cerminan politik elektoral yang arahnya menuju kandidat -sentris, yaitu memilih figur atau sosok yang dianggap pantas dan populer ditengah-tengah masyarakat.
Fenomena seperti ini banyak sekali terjadi dalam pemilihan legislatif hingga pemilihan kepala daerah ( Pilkada ), dimana sosok terpilih adalah figur yang dilihat begitu populer bagi masyarakatnya.
Meskipun begitu, sosok populer tetap berdasarkan dukungan partai politik yang ikut mengusungnya dalam Pilpres dan Cawapres.
** Tentang artikel : Tantangan lomba menulis di blog 10 Juni - 10 Juli 2022
Komentar
Posting Komentar