Suamiku
Rumahtanggaku telah berjalan di tahun ke-13, tepatnya aku menikah pada tanggal 24 Agustus 2009. Menjalani rumah tangga dalam kurun waktu yang selama ini bukanlah perkara yang mudah, karena semua hal telah mendewasakanku dalam berpikir, bertindak dan berucap. Tentu saja aku juga menginginkan rumahtanggaku akan tetap harmonis dan baik-baik saja, namun aku menyadari bahwa mempertahankan impian itu tidaklah mudah, segala curahan hati sedih, duka dan airmata telah melalui proses disepanjang waktu itu, namun tantangan dalam berumahtangga harus dihadapi dengan sabar dan hati yang ikhlas, aku harus berusaha sebaik mungkin agar semuanya dapat berjalan normal pada garis lurus, sekalipun akan ada jalan belok pada masa tertentu, namun aku harus mampu memegang kendali agar lajunya tetap normal. Aku juga menyadari bahwa aku dan suami harus kompak bersama dalam mewujudkan rumahtangga yang langgeng dan rukun untuk selamanya, dan bagaimana kami berdua harus mampu menciptakan kebahagiaan didalam rumahtangga kami, karena kebahagiaan itu tidaklah datang dengan sendirinya ,suami dan isteri dapat saling berbagi dan berbuat semaksimal mungkin agar rumahtangga yang dibangun dari nol mampu berdiri kokoh melampaui waktu.
Menjalani biduk rumahtangga berarti ada hal-hal yang perlu dipahami sehingga rumahtangga tersebut dapat dibangun tahap demi tahap, diantaranya adalah :
1. Pribadi Setiap Pasangan
Banyak pasangan yang baru menjalani rumahtangga mengeluh dengan sifat asli pasangannya setelah menikah, ada yang mengeluhkan pasangannya terlalu protektif, emosional yang tinggi ,temperamental bahkan memiliki ego yang melampaui batas. Namun yang perlu dipahami juga adalah, apakah hanya pasangan kita yang memiliki sifat seperti itu?, bukan tidak mungkin masing-masing pasangannya ternyata juga berwatak seperti itu bukan ?, nah, disinilah sikap menoleransi dan meminimalisir keadaan untuk tidak menjadi lebih buruk oleh dua pribadi yang menjadi kunci dalam rumahtangga tersebut sangat diharapkan. Setiap pasangan harus memiliki prinsip dan konsep realistis dalam berumahtangga, karena semuanya bergantung dari 2 pribadi berbeda yang sepakat membangun rumahtangga, perlu pengorbanan dan kelapangan hati untuk menjadikan rumahtangga senyaman mungkin, menyingkirkan ego yang tinggi hingga sekecil mungkin. Setiap suami dan isteri harus berlapang hati dalam mengatur tingkat egoistisnya masing-masing. Ada sikap saling mengalah, karena ego tinggi dan tidak mau mengalah akan menimbulkan banyak korban, seperti anak-anak, pekerjaan suami isteri, keluarga besar dan lainnya
2. Nafsu yang tidak terkendali
Dapat pelajaran berharga...semangat terus bund💪
BalasHapusTerimakasih
Hapus